Jumat, 15 November 2013

Hujan yang Bersahabat

Bau tanah yang tersiram air hujan itu ajaib, bisa menimbulkan suasana tentram seketika. Aku suka, baunya khas dan tak ada yang menyamainya.
Sore ini air hujan turun dengan cukup deras. Aku menatap jendela dan melihat bulir hujan jatuh satu per satu, lucu. Mereka turun dari langit dengan keadaan yang terpisah satu sama lain, kemudian menempel pada kaca, dan jatuh ke bawah yang pada akhirnya tetap menyatu menjadi gumpalan air juga.

Source: google


Hujan ini turun tak sendiri, dia mengajak serta sahabatnya, petir. Mereka telah berjanji untuk bersama sore ini. Mereka sepakat untuk bermain bersama dan menikmati sore berdua. Aku menikmati pemandangan dimana kedua sahabat itu sedang bermain bersama, aku melihatnya dari dalam kamar, dibalik kaca jendela. Aku memandang mereka yang saling bertemu dan bertegur sapa setelah sekian lama tak jumpa. Mereka rindu satu sama lain, rupanya.

Aku juga, aku merindukan dia.                                                                                                    

Entah, tiba-tiba persahabatan antara hujan dan petir mengingatkan aku akan dia. Dia sahabatku dan aku rindu padanya, seperti tanah kering yang merindukan kedatangan hujan. Aku lama tak bertemu dengannya, sekitar dua bulan kita tak saling bertatap muka. Jangankan bertatap muka, hanya sekedar menatap mata pun tak bisa. Kami dipisahkan jarak, aku di sini dan dia di sana. Kami tak bisa saling bertemu di kehidupan nyata, hanya bisa di dunia maya. Aku sibuk menguntit akun pribadinya untuk ingin menyapa dan menanyakan kabarnya. Itu saja.

Kami bersahabat cukup lama, tapi dia tak tahu bahwa sebenarnya aku menyimpan rasa.
Aku terjebak, aku suka padanya namun dia menganggapku hanya teman biasa. Aku takut apabila aku mengatakannya, aku akan kehilangannya. Aku ingin bersamanya, terus bersamanya. Aku tau yang bisa terus bersamanya dan selalu ada untuknya adalah sahabatnya, maka dari itu aku memilih untuk tak mengungkapkannya.

Aku kalah, aku kalah pada keadaan. Dimana aku dan dia hanya teman. Keadaan dimana hubungan kami hanyalah sebuah persahabatan. Inilah yang aku pilih, yang aku harapkan. Aku tak bisa memilikinya, tapi aku bisa berada disampingnya selamanya. Kalau menurutmu, mana yang lebih indah?



Ditulis di sore hari saat hujan deras, dan hawa yang dingin.

Ayah dan Pahlawan

Tanggal 10 November yang lalu, kita semua tahu bahwa hari itu adalah hari dimana para pahlawan dikenang. Iya, Hari pahlawan lebih tepatnya. Sedangkan beberapa hari yang lalu adalah Hari Ayah Nasional.  Harinya Ayah-Ayah di seluruh Indonesia. Selamat Hari Ayah! Dan ini adalah kadoku untuk ayah di Hari Ayah Nasional.

Ayahku, Pahlawanku.
Ayah dan pahlawan adalah sosok yang sama, bagiku tak ada beda. Ayah adalah sosok pahlawan dalam kehidupan, setidaknya bagiku dan kehidupanku. Ayah adalah salah satu orang berarti yang aku miliki hingga saat ini. Sosok yang ku sayangi, ku hormati. Ayahku adalah pahlawan keluarga, dia yang membanting tulang dengan  bekerja, dia menyisihkan sebagian hasil jerih payahnya demi keluarga, dia itu sosok yang cuek tapi tidak sebenarnya, dia adalah orang yang biasa saja tapi bagiku luar biasa, dia menyayangiku dengan caranya, dia membuatku berbicara dengannya seolah aku sedang berbicara dengan sahabatku sendiri, dia adalah salah satu alasan aku masih tetap bertahan di kerasnya kehidupan. Iya, dia adalah penguatku, penyemangatku.  

Untuk Ayah

Ayah...
Aku bersyukur memiliki ayah seperti mu. Kelak aku akan membalas semua yang telah kamu berikan kepadaku, walau aku tau semua itu tak akan pernah cukup. Aku tahu aku sering merepotkanmu, aku masih melawan nasihatmu, kadang aku tak mendengarkanmu,  tapi aku hanya ingin kamu tau bahwa aku sangat menyayangimu. Jujur, aku takut kehilanganmu, sangat takut.
Aku mungkin tak bisa mengutarakan ini secara terang-terangan di depanmu karena aku malu, iya aku malu padamu.

Ayah...
Aku ingin kamu selalu percaya padaku. Aku mungkin bukan anak yang baik, aku jelas masih banyak salah padamu, tapi terimakasih telah memberikan kepercayaan kepadaku. Terimakasih telah memberikan yang aku butuhkan, terimakasih untuk menasihatiku tanpa memarahiku, terimakasih telah membuatku sangat menyayangimu, terimakasih telah mendoakanku, terimakasih banyak. Terimakasih atas supportmu selama ini, yah.

Ayah...
Aku menyayangimu, aku bahagia menjadi anakmu, aku tak pernah menyesal menjadi bagian dari hidupmu. Semoga Tuhan selalu menjagamu, melindungimu, memberi rizki kepadamu, memberi kebahagiaan hidup untukmu dan memberikan umur yang panjang padamu.

Ayah...
Berbahagialah di hari tua mu. Aku ingin kamu menikmati hidup yang indah dan tenang di hari tua mu itu. Lupakan masalah hidupmu, bersenang-senanglah dengan kehidupanmu sekarang, jangan sesali apa yang sudah terjadi, tetaplah menjadi ayah yang sama seperti dulu, jangan pernah menyerah dan kalah pada kerasnya hidup.

Ayah, aku di sini.
Aku ada di sampingmu yang akan selalu menjadi pendengar setia ceritamu, aku ada di belakangmu yang akan selalu mendukung semua keputusanmu, dan aku ada di depanmu yang akan mewujudkan semua doa dan harapanmu.

Ayah, jangan lupa untuk selalu memotivasiku, jangan biarakan aku menyerah akan hidup, dan rangkul aku di saat aku merasa tak sanggup. Aku membutuhkanmu di saat seperti itu, sangat sangat membutuhkanmu.



Ayah, aku menyayangimu.
Benar-benar menyayangimu.


Tertanda,


Anakmu.



The best thing that I ever had.








Selasa, 05 November 2013

Rumah Kita, Istana Kita?


Rumah terkadang menjadi tujuan pulang, dimana ada kerinduan yang tak bisa ditahan. Rumah kadang menjadi alasan, dimana hati dan pikiran sedang tak karuan. Rumah kadang menjadi tempat yang nyaman, dimana ada mereka-mereka yang kita sayang. Rumah juga kadang jadi membosankan, dimana tak ada hal apapun yang bisa dilakukan.

Rumah menjadi sangat membahagiakan saat aku bertemu Ayah dan berbincang walaupun sebentar saja. Rumah bisa menjadi sangat menyebalkan saat aku berselisih paham dengan Ibu dan aku memilih diam. Rumah jadi terasa menyenangkan sepulang aku bertemu dan bermain dengan teman-teman. Rumah bisa sangat aku rindu kan ketika aku pergi beberapa waktu dan tak pulang. Tapi rumah juga bisa menjadi yang tak ingin didatangi ketika ada masalah yang terjadi. 

Rumah adalah tempat yang sempurna, tempat dimana semua rasa tertuang di sana. Aku suka di rumah, tapi terkadang tidak. Aku ingin ke rumah, tapi terkadang juga tidak. Aku jadi bingung. Rumah kadang menjadi tempat yang kita inginkan, kita butuhkan. Tapi kadang kenyamanan yang diharapkan, kedamaian yang diinginkan tak ada di rumah. Jadi apa sebenarnya rumahku istanaku? Apakah rumahmu juga istanamu?